Jumat, 04 Mei 2012

HADIST TENTANG KEJUJURAN


Pentingnya Kejujuran
            “Abu Umamah Al-Bakhili r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Saya dapat menjamin suatu rumah di kebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Dan menjamin suatu rumah di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin satu rumah di bagian tertinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya.”
(H.R.Abu Daud)
Penjelasan Hadist
            Hadist ini menerangkan tentang tiga peilaku yag mendapatkan jaminan surga dari Rasulullah bagi mereka yang memilikinya. Tentu saja, ketiga perilaku ini harus diberengi dengan berbagai kewajiban lainnya yang telah ditentukan islam. Ketiga perilaku tersebut yaitu;
1.    Orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
Berdebat atau berbantah-bantahan adalah suatu pernyataan dengan maksud untuk menjadikan orang lain memahami suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara mencela ucapan sekali pun orang yang mendebatnya tidak tahu persis permasalahan, karena kebodohannya. Dan yang lebih ditonjolkan dalam debat adalah keegoannya sendiri sehingga ia berusaha mengalahkan lawan debatnya dengan berbagai cara.
Sebenarnya, tidak semua bentuk perdebatan dilarang dalam Islam apalagi kalau berdebat dalam mempertahankan aqidah. Hanya saja, perdebatan sering kali membuat orang lain lupa diri, terutama kalau perdebatannnya dilandasi oleh keegoan masing-masing. Bukan didasarkan pada keinginan untuk mencari kebenaran. Perdebatan hendaknya dihindari karena berbahaya dan dianggap salah satu perbuatan sesat. Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk Allah, kecuali kaum mendatangkan perdebatan”. (H.R.At-Tarmidzi, dari Abu Umamah).
Adapun dalam menghadapi orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, nabi menganjurkan umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa dia menang dalam perdebatan tersebut. Dengan berperilaku seperti itu, bukan berarti kalah dalam perdebatan tersebut, melainkan menang di sisi allah dan mendapat pahala yang besar, sebagaimana nabi menyatakan bahwa dijaminkan surga baginya.
Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, seperti ketika berdebat dengan orang-orang kafir tentang aqidah, kita harus mempertahankan pendapat kita dengan menggunakan berbagai cara supaya mereka menyadari bahwa aqidah kita memang benar dan mereka salah. Kalau mereka tidak mengerti juga, serahkan kepada allah agar mereka diberi petunjuk. Tetapi harus tetap berusaha untuk tidak mengalah dan menuruti pendapat mereka :
“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Q.S. Al-An’am: 121).
Dengan demikian, kapan seseorang harus meninggalkan suatu perdebatan dan kapan ia harus mempertahankannya sangat bergantung pada kondisi. Akan tetapi hadist di atas menekankan tentang kemaslahatan bagi semuanya. Janganlah karena sama-sama bersikeras mempertahankan pendapat dan masing-masing merasa paling benar sehingga saling menghina dan melecehkan, bahkan tidak menutup kemungkinan berlanjut pada timbulnya keributan atau perkelahian.
Dalam perdebatan hendaklah mengetahui dengan jelas motivasi dan tujuannya, apakah mencari kebenaran atau hanya mencari prestise  semata. Kalau sama-sama mencari kebenaran, diyakini bahwa mereka yang berdebat tidak akan mempertahankan pendapatnya yang salah, dan tidak saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Namun demikian, meninggalkan perdebatan adalah paling utama dan pelakunya akan diberi pahala oleh Allah SWT, dengan menempatkannya di surga.

2.    Orang yang tidak berdusta meskipun sedang bergurau
Berdusta adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dusta sangat dilarang dalam Islam, karena selain merugikan orang lain, juga merugikan diri sendiri. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mencela orang yang suka berdusta, apalagi terhadap mereka yang mendustakan Allah. Firman Allah :
“Pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah di dalam neraka Jahannam itu ada empat bagi orang-orang yang menyombongkan diri”.
Sebaliknya, Islam sangat menghargai orang yang bersifat jujur walaupun dalam bercanda. Orang-orang yang selalu jujur, sekalipun dalam bercanda sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas dijaminkan oleh Rasulullah SAW. satu tempat di tengah surga.
Dalam bercanda, seseorang biasanya sering melebih-lebihkan candaannya untuk mengundang tawa orang yang di ajak bercanda. Hal ini membuatnya merasa puas. Maka dibuatlah gurauan dengan berbagai cara walaupun harus berbohong. Hal seperti itu, tidaklah dibenarkan dalam Islam, karena apapun alasannya berbohong merupakan perbuatan yang dilarang.
Rasulullah SAW memberikan kita contoh tentang bercanda yang tidak dicampuri bohong. Ketika beliau didatengi seorang nenek yang bertanya apakah ia akan masuk surga, Nabi menjawab bahwa nenek itu tidak akan ada di surga. Hal itu membuat sang nenek menangis sehingga Siti Aisyah merasa iba kepadanya. Kemudian ia menanyakan kepada Rasulullah tentang jawaban yang diberikan kepada nenek tersebut. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa di surga tidak akan ada nenek-nenek dan kakek-kakek. Mereka yang ketika  di dunia sudah tua, kalau masuk ke surga, mereka akan kembali muda. Siti Aisyah pun mengerti dan tertawa.
Kejujuran juga harus selalu dipegang teguh oleh para ahli ilmu jika ia menghadapi sesuatu yang belum ia ketahui. Secara jujur, ia harus mengatakan bahwa ia tidak tahu. Bahkan para ilmuan salaf (terdahulu) setiap selesai menulis karya mereka, selalu menulis kalimat Wallahu a’lam (allah lebih mengetahui). Pernyataan seperti itu adalah kejujuran yang sangat tinggi dari seorang ilmuan tentang kebodohan dirinya dan kemahatahuan Allah SWT.
Menurut M. Quraish Sihab, seseorang yang di sodori pertanyaan yang belum ia ketahui jawabannya, mempunyai tiga pilihan ; pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan si penanya; kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti berdasarkan dugaan, sedangkan dugaan menurut Al-Qur’an tidak bermanfaat sedikitpun terhadap kebenaran (Q.S. 53: 28); ketiga, bersikap jujur dengan berkata, “saya tidak tahu”. Jawaban seperti itulah yang selalu diberikan nabi SAW setiap kali beliau diajukan pertanyaan yang tidak diketahui duduk perkaranya. Nabi bahkan bersabda, “bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab ‘saya tidak tahu’ “.
Adapun salah satu cara untuk menjadi orang yang jujur adalah dengan cara bergaul dengan orang-orang yang dikenal sebagai orang yang jujur pula. Karena pergaulan berpengaruh terhadap watak dan kepribadian seseorang. Firman Allah :
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (Q.S. At-Taubah: 119).

3.    Orang-orang yang baik budi pekertinya
Sifat lainnya yang meningkatkan derajat seseorang di sisi allah SWT dan juga dalam pandangan manusia adalah akhlak terpuji.
Salah satu risalah Rasulullah SAW adalah menyempurnakan akhlak manusia. Dalam membina akhlak terpuji, Rasulullah SAW memberikan suri tauladan bukan sekedar memberikan anjuran atau perintah kepada umatnya. Itulah salah satu sebab keberhasilah dakwah rasulullah SAW . beliau memiliki akhlak yang sangat terpuji yang sangat dikagumi kawan maupun lawannya. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Sungguh engkau (Muhammad)berbudi pekerti yang luhur”.(Q.S. Al-Qalam: 4)
Ketika Siti Aisyah ditanya tentang akhlak rasulullah SAW, ia berkata bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur’an.
Sifat orang yang berakhlak mulia, di antaranya adalah bermuka manis, berusaha untuk membantu orang lain dalam perkara yang baik, serta menjaga diri dari perbuatan jahat. Orang yang memiliki sifat seperti itu, selain dijanjikan surga sebagaimana dinyatakan dalam hadis diatas, juga di anggap sebagai orang yang paling baik di antara sesama manusia lain.